NAME :
RATIH TYAS ARINI
STUDENT
NUMB. : 3401412137
SUBJECT :
TEORI SOSIOLOGI KLASIK
ASSIGNMENT :
PENGAMATAN FAKTA SOSIAL
SOLIDARITAS
DAN GOTONG ROYONG DALAM MASYARAKAT DESA
Desa
merupakan suatu pemusatan pemukiman yang berada di daerah pedesaan
atau juga disebut rural. Membentuk
suatu pola tertentu yang biasanya menyesuaikan pada kondisi fisik
geografisnya, dan profesi penduduknya menyesuaikan pada potensi lahan
geografis sekitar desanya, desa agraris mayoritas penduduknya petani,
desa nelayan sebagai nelayan atau petani garam dan desa industri
sebagai home industri.
Dengan adanya kesamaan dan kesatuan rasa, karya dan karsa, serta
biasanya ada hubungan kerabat dalam suatu desa, membuat masyarakat
yang tinggal desa memiliki keintiman yang lebih diantara
masing-masing individu maupun rumah tangga dibandingkan dengan
masyarakat yang hidup di kota. “Keintiman” ini lah yang perlu
dibahas menyesuaikan secara teoritik pada kenyataan fakta sosial yang
digagas oleh salah satu tokoh sosiologi yang tidak asing lagi yaitu
Emile Durkheim, yang juga pernah mengemukakan teori tentang bunuh
diri.
Emile
Durkheim, seorang yang berpengaruh besar di dunia sosiologi dan
pendiri jurnal ilmiah pertama untuk sosiologi yang bernama L'Anee
Sociologique. Merupakan seorang tokoh yang mengemukakan tentang
kenyataan fakta sosial dengan asusmsinya yaitu bahwa gejala sosial
itu riil dan mempengaruhi kesadaran individu serta perilakunya yang
berbeda dari karakteristik psikologis, biologis, atau karakteristik
individu lainnya. Karena gejala sosial merupakan fakta yang riil dan
gejala-gejala tersebut dapat dipelajari dengan metode-metode empirik
sehingga ilmu ini dapat dikembangkan.
Fakta
sosial memiliki tiga karakteristik yang berbeda. Pertama, gejala
sosial bersifat external terhadap individu. Karakteristik fakta
sosial yang kedua adalah bahwa fakta itu memaksa individu, dan yang
ketiga, bahwa fakta itu bersifat umum atau tersebar secara meluas
dalam satu masyarakat.
Dalam
mengamati fakta sosial, terdapat dua bentuk kasus yaitu meterial dan
non-material. Dalam hal meterial, menekankan pada gejala fakta sosial
yang dapat terlihat jelas oleh mata sebagai bentuk dari sedangkan
non-material.
Kali
ini akan dibahas salah satu contoh fakta sosial yang tidak bersifat
kebendaan atau non material, yaitu rasa solidaritas dan gotong royong
yang ada dalam masyarakat desa yang sampai saat ini masih tetap eksis
dan lestari sebagai suatu hal yang wajib ada mengitari kehidupan
masyarakat desa.
Dalam
melakukan kegiatan sosial, masyarakat desa masih memegang teguh rasa
solidaritas dan gotong royong, sebagai contoh, dapabila ada kematian,
kelahiran dan orang sakit, tetangga-tetangga di desa akan antusias
mendatangi yang bersangkutan tersebut sebagai rasa solidaritasnya,
atau adanya iuran duka dan bencana apabila ada warga yang mengalami
kejadian menyedihkan, maka secara otomatis dengan dikoordinasi oleh
masing-masing ketua Rukun Tetangga mereka akan memberi sumbangan
seikhlasnya, serta adanya ikut campur masyarakat desa apabila ada
warganya yang akan pembangunan rumah, begitupun dengan pembangunan
suatu instansi sebagai fasilitas di desa dari pemerintah maupun dalam
pembersihan lingkungan.
Semua
yang dilakukan itu didasari oleh perasaan solidaritas dan gotong
royong, masyarakat memainkan peranannya sesuai dengan apa yang telah
ada di desa seperti di masa-masa sebelumnya, karena ternyata ada
berbagai macam bentuk “sanksi” apabila ada warga yang tidak
melakukan hal tersebut, biasanya ini berlaku pada tetangga yang
jaraknya dekat, jika tidak ikut berkontribusi maka akan dirasani
atau digunjing oleh tetangga
yang lain, dianggap sok priyayi, angkuh maupun egois, dan dikemudian
hari orang yang demikian ini akan menemui kesulitan jika pada saatnya
nanti dia lah yang membutuhkan bantuan semacam itu dari
tetangga-tetangganya, mereka akan memiliki seribu alasan untuk
menolak membantunya, yang tentunya secara halus dan berbasa-basi ala
orang desa, seperti mengaku tidak enak badan, ada acara lain maupun
mencari-cari alasan lain yang sebenarnya tidak perlu ada.
Ini mengidentifikasikan bahwa dalam masyarakat desa terdapat rasa
timbal balik melalui tindakan-tindakan yang mereka lakukan untuk
sesama warga desa, maka tidak salah jika ada suatu “pembalasan”
yang sepadan kepada warga yang tidak suka membantu tetangga yang lain
dalam kasus solidaritas dan gotong royong khas masyarakat desa.
Mengenai
soidaritas, Emile Durkeim mendalamkan penjelasan tersebut dalam
bukunya yang berjudul The Division of Labor in Society yang
menganalisa pengaruh atau fungsi kompleksitas dan spesialisasi
pembagain kerja dalam struktur sosial dan perubahan-perubahan yang
diakibatkannya dalam bentuk-bentuk pokok solidaritas sosial.
Durkeim juga membagi solidaritas menjadi dua kaitannya dalam
pertumbuhan pembagaian kerja yang meningkatkan suatu perubahan dalam
struktur sosial dari solidaritas mekanik dan organik. Solidaritas
mekanik dapat dicontohkan dengan adanya toleransi dalam perbedaan
urusan, misahnya Majlis Ulama Indonesia degan pemerintah negara, yang
meskipun berbeda urusan tapi satu dengan yang lainnya tetap
bersolidaritas dalam berkedidupan bersama.
Kemudian, misalnya dalam suatu perusahaan, hal yang mempersatuka
organisasi semacam itu tak lain adalah pengharapan akan imbalan atau
keuntungan. Tetapi pengaharapan akan imbalan ataupun keuntungan
tersebut tidak menjelaskan secara lengksp sifat integrasi sosial yang
ada dalam satu organisasi perusahaan. Sebaliknya, organisasi itu bisa
saja memperlihatkan suatu kaitan yang bersifat saling ketergantungan
yang penting antara para anggota organisasi yang berpartisipasi di
dalamnya dengan masing-masing sumbangan pribadinya yang tergantung
pada sumbangan beberapa orang lainnya.
Jadi, dalam perusahaan tersebut ada kecenderungan bahwa orang yang
bekerja di mesin,orang yang memperbaiki mesin, pengawas, penjual,
yang memegang pembukuan, yang berbelanja alat-alat, manager, ahli
hubungan masyarakat, sekretaris, dan sbagainya dengan kegiatan
spesialisasi dari orang-orang ini yang saling berhubungan dan saling
tergantung sedemikian rupa sehingga sistem itu membentuk solidaritas
menyeluruh yang berfungsi yang didasarkan pada saling ketergantungan
yang dimaksudkan oleh Durkeim sebagai solidaritas organik.
Durkeim
menggunakan istilah solidaritas mekanik dan organik untuk menganalisa
masyarakat keseluruhannya, bukan organisasi-organisasi dalam
masyarakat. Meskipun demkian, contoh diatas mendeskripsikan sesuatu
mengenai unsur-unsur penting, solidaritas mekanik didasarkan pada
suatu kesadaran kolektif bersama/collective
consciousness, yang
mengarah pada totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen
bersama yang rata-rata ada pada warga masyarakat yang sama.
Seperti yang disebutkan pada paragraf awal sebelumnya yaitu Emile
Durkheim mengasumsikan bahwa gejala sosial itu riil dan mempengaruhi
kesadaran individu serta perilakunya yang berbeda dari karakteristik
psikologis, biologis, atau karakteristik individu lainnya. Maka dapat
pahami bahwa rasa solidaritas dan gotong royong pada masyarakat desa
juga merupakan suatu gejala sosial yang nyata keberadaannya dan
mempengaruhi suatu sosial masyarakat secara menyeluruh, bukan hanya
tentang pengaruhnya terhadap seseorang atau individu saja.
Ini merupakan kesadaran masyarakat desa terhadap lingkungan sosialnya
agar tetap bisa menjaga stabilitas kehidupan bersama dengan baik.
Pembiasaan masyarakat menjalankan hubungan sosial secara lebih dekat
dengan mengutamakan rasa peduli tidak engenal kelas sosial, yang
berada pada kelas sosial yang lebih tinggi maupun sebaliknya serta
merta berkecimpung dalam segala aktivitas yang berdasar pada rasa
solidaritas dan gotong royong.
Solidaritas yang ada pada masyarakat desa merupakan solidaritas
organik berdasar pada hubungan mereka yang saling membutuhkan dan
melengkapi satu sama lain serta adanya tingkat saling ketergantungan
yang sangat tinggi.
Mengelupas lebih dalam lagi tentang apa yang menjadi karakteristik
fakta sosial, yang pertama bahwa gejala sosial bersifat external
terhadap individu. Maksudnya ialah, fakta sosial menitikberatkan pada
masyarakat secara utuh, bukan tentang individu yang kemudian akan
berkaitan dengan gejala psikologis, biologis maupun yang lain yang
berkaitan dengan individu.
Disamping
itu, individualitas tidak berkembang, individualitas akan teus
menerus dilumpuhkan oleh tekanan yang besar sekali untuk
penyesuaiannya. Fakta sosial ada pada masyarakat yang secara sadar
maupun tidak sadar menjalankan perilaku yang sama sebagai bentuk dari
kehidupan sosial mereka, yang jika tidak dijalankan akan memunculkan
suatu permasalahan atau kecanggungan atau anggapan menyimpang
tertentu yang berdampak pada goncangnya stabilitas kehidupan sosial
di dalam masyarakat. Apalagi yang dibahas kali ini merupakan apa yang
terjadi pada masyarakat desa, yang lebih peduli dengan lingkungan
sosialnya dibanding masyarakat kota, yang bisa dibilang lebih suka
“campur tangan” dan mengomentari hal-hal yang tidak biasanya
terjadi, hal-hal yang disebut oleh orang desa dari tanah Jawan ora
umum dan ora ilok.
Ikatan pada masyarakat desa utamanya banyak ditekankan pada
kepercayaan bersama, cita-cita dan komitmen moral, mereka yang
sama-sama memiliki kepercayaan dan cita-cita ini merasa bahwa mereka
sudah semestinya bersama-sama karena mereka berpikiran serupa.
karakteristik yang kedua yaitu bahwa fakta itu memaksa individu.
Dalam artian individu dipaksa, dibimbing, diyakinkan, didorong, atau
dengan cara-cara lainnya dipengaruhi oleh berbagai tipe fakta sosial
dalam lingkungan sosialnya. Dalam kasus solidaritas dan gotong royong
da;am masyarakat desa, ada semacam pemicu untuk melakukan
tindakan-tindakan sosial tersebut, mungkin karena telah membudaya
yang demikian itu, ada sanksi normatif, penuh perasaan maupun hal
lainnya. Individu diseret dalam hal yang telah dilakukan masyarakat
secara keseluruhan selama kurun waktu yang telah lama dan menjadi
suatu yang harus ada, harus dilakukan, harus dihormati dan terasa
aneh bila dilanggar.diakerenakan menimbulkan hal-hal serupa itu, yang
demikian juga dapat diartikan sebagai memaksa. Sperti yang penah
dikatakan oleh Emile Durkheim : “tipe-tipe perilaku atau berpikr
ini, memiliki kekuatan memaksa, yang karenanya mereka memaksa
individu terlepas dari kemauan individu itu sendiri”.
Jika dipikirkan memang benar, untuk apa membantu tetangga dan
mengikuti kegiatan gotong royong yang menguras tenaga ataupun materi,
namun semua itu tetap dilakukan tanpa ingin menyadari pemikiran
tersebut. Kembali lagi karena pemikiran lebih khawatir dicerca oleg
orang lain. Maka kemudian, komando-komando sosial yang tidak kasat
mata yang dianggap sebagai hal yang biasa.
Tidak
hanya hukum-hukum represif yang terus menerus menjadi penting (atau
malah semakin penting) dalam suatu masyarakat dengan solidaritasnya
yang organik, melainkan juga kesadaran kolektif menyumbang pada
solidaritas sosial, memperkuat ikatan yang muncul dari saling
ketergantungan fungsional yang semakin bertambah. Pertumbuhan dalam
pembagian kerja (dan solidaritas organik sebagai hasilnya) tidak
menghancurkan kesadaran kolektif; dia hanya mengurangi arti
pentingnya dalam peraturan terperinci dalam kehidupan sehari-hari.
Karakteristik yang terakhir, yang ketiga, yaitu bahwa fakta itu
bersifat umum atau tersebar secara meluasdalam satu masyarakat. Kita
pun mengetahui bahwa imej masyarakat desa itu ada pada solidaritas
dan gotong royongnya. Fakta sosial berarti milik bersama, bukan sifat
individu perorangan. Sifat umumnya ini bukan sekedar hasil dari
penjumlahan beberapa fakta individu.
Fakta sosial benar-benar bersifat kolektif, dan pengaruhnya terhadap
individu merupakan hasil dari sifat kolektifnya ini.
Durkheim menghubungkan pengaruh yang terus menerus dari kesadaran
kolektif ini dengan individualisme yang semakin meningkat dalam
masyarakat-masyarakat organik: melihat memang tidak selamanya
solidaritas dan gotong royong akan selalu tegak berdiri dalam
kehidupan masyarakat desda yang kini teah dijamah oleh modernisasi
dan globalisasi.
“
Namun tidak hendak mengatakan bahwa
kesadaran bersama itu terancam musnah seluruhnya. Hanyalah kesadaran
itu menjadi semakin meliputi cara-cara berpikir dan berperasaan yang
sangat umum dan sangat tidak tentu, yang memberikan peluang terbuka
bagi besarnya perbedaan-perbedaan individu yang semakin bertambah.
Juga ada peluang dimana kesadaran itu diperkuat dan dibuat tepat;
artinya cara dimana kesadaran itu berhubungan dengan individu. Karena
semua kepercayaan yang lain dan semua praktek lainnya itu memi;iki
suatu sifat yang semakin kurang religius, individu menjadi objek dari
semacam agama. Kita mendirikan suatu kultus atas nama martabat
prbadi”
Durkeim mempertahankan bahwa kuatnya solidaritas organik itu
ditandai oleh pentingnya hukum yang bersifat memulihkan (restitutive)
dari pada yang bersifat represif. Tujuan kedua tipe hukum itu sangat
berbeda. Hukum represif mengungkapkan kemarahan kolektif yang
dirasakan kuat, hukum restitutif berfungsi mempertahankan atau
melindungi pola saling ketergantungan yang kompleks antar berbagai
ndividu.