Rabu, 13 November 2013

SOLIDARITAS DAN GOTONG ROYONG DALAM MASYARAKAT DESA




NAME : RATIH TYAS ARINI
STUDENT NUMB. : 3401412137
SUBJECT : TEORI SOSIOLOGI KLASIK
ASSIGNMENT : PENGAMATAN FAKTA SOSIAL



SOLIDARITAS DAN GOTONG ROYONG DALAM MASYARAKAT DESA


Desa merupakan suatu pemusatan pemukiman yang berada di daerah pedesaan atau juga disebut rural. Membentuk suatu pola tertentu yang biasanya menyesuaikan pada kondisi fisik geografisnya, dan profesi penduduknya menyesuaikan pada potensi lahan geografis sekitar desanya, desa agraris mayoritas penduduknya petani, desa nelayan sebagai nelayan atau petani garam dan desa industri sebagai home industri.
Dengan adanya kesamaan dan kesatuan rasa, karya dan karsa, serta biasanya ada hubungan kerabat dalam suatu desa, membuat masyarakat yang tinggal desa memiliki keintiman yang lebih diantara masing-masing individu maupun rumah tangga dibandingkan dengan masyarakat yang hidup di kota. “Keintiman” ini lah yang perlu dibahas menyesuaikan secara teoritik pada kenyataan fakta sosial yang digagas oleh salah satu tokoh sosiologi yang tidak asing lagi yaitu Emile Durkheim, yang juga pernah mengemukakan teori tentang bunuh diri.

Emile Durkheim, seorang yang berpengaruh besar di dunia sosiologi dan pendiri jurnal ilmiah pertama untuk sosiologi yang bernama L'Anee Sociologique. Merupakan seorang tokoh yang mengemukakan tentang kenyataan fakta sosial dengan asusmsinya yaitu bahwa gejala sosial itu riil dan mempengaruhi kesadaran individu serta perilakunya yang berbeda dari karakteristik psikologis, biologis, atau karakteristik individu lainnya. Karena gejala sosial merupakan fakta yang riil dan gejala-gejala tersebut dapat dipelajari dengan metode-metode empirik sehingga ilmu ini dapat dikembangkan.

Fakta sosial memiliki tiga karakteristik yang berbeda. Pertama, gejala sosial bersifat external terhadap individu. Karakteristik fakta sosial yang kedua adalah bahwa fakta itu memaksa individu, dan yang ketiga, bahwa fakta itu bersifat umum atau tersebar secara meluas dalam satu masyarakat.
Dalam mengamati fakta sosial, terdapat dua bentuk kasus yaitu meterial dan non-material. Dalam hal meterial, menekankan pada gejala fakta sosial yang dapat terlihat jelas oleh mata sebagai bentuk dari sedangkan non-material.

Kali ini akan dibahas salah satu contoh fakta sosial yang tidak bersifat kebendaan atau non material, yaitu rasa solidaritas dan gotong royong yang ada dalam masyarakat desa yang sampai saat ini masih tetap eksis dan lestari sebagai suatu hal yang wajib ada mengitari kehidupan masyarakat desa.
Dalam melakukan kegiatan sosial, masyarakat desa masih memegang teguh rasa solidaritas dan gotong royong, sebagai contoh, dapabila ada kematian, kelahiran dan orang sakit, tetangga-tetangga di desa akan antusias mendatangi yang bersangkutan tersebut sebagai rasa solidaritasnya, atau adanya iuran duka dan bencana apabila ada warga yang mengalami kejadian menyedihkan, maka secara otomatis dengan dikoordinasi oleh masing-masing ketua Rukun Tetangga mereka akan memberi sumbangan seikhlasnya, serta adanya ikut campur masyarakat desa apabila ada warganya yang akan pembangunan rumah, begitupun dengan pembangunan suatu instansi sebagai fasilitas di desa dari pemerintah maupun dalam pembersihan lingkungan.
Semua yang dilakukan itu didasari oleh perasaan solidaritas dan gotong royong, masyarakat memainkan peranannya sesuai dengan apa yang telah ada di desa seperti di masa-masa sebelumnya, karena ternyata ada berbagai macam bentuk “sanksi” apabila ada warga yang tidak melakukan hal tersebut, biasanya ini berlaku pada tetangga yang jaraknya dekat, jika tidak ikut berkontribusi maka akan dirasani atau digunjing oleh tetangga yang lain, dianggap sok priyayi, angkuh maupun egois, dan dikemudian hari orang yang demikian ini akan menemui kesulitan jika pada saatnya nanti dia lah yang membutuhkan bantuan semacam itu dari tetangga-tetangganya, mereka akan memiliki seribu alasan untuk menolak membantunya, yang tentunya secara halus dan berbasa-basi ala orang desa, seperti mengaku tidak enak badan, ada acara lain maupun mencari-cari alasan lain yang sebenarnya tidak perlu ada.
Ini mengidentifikasikan bahwa dalam masyarakat desa terdapat rasa timbal balik melalui tindakan-tindakan yang mereka lakukan untuk sesama warga desa, maka tidak salah jika ada suatu “pembalasan” yang sepadan kepada warga yang tidak suka membantu tetangga yang lain dalam kasus solidaritas dan gotong royong khas masyarakat desa.

Mengenai soidaritas, Emile Durkeim mendalamkan penjelasan tersebut dalam bukunya yang berjudul The Division of Labor in Society yang menganalisa pengaruh atau fungsi kompleksitas dan spesialisasi pembagain kerja dalam struktur sosial dan perubahan-perubahan yang diakibatkannya dalam bentuk-bentuk pokok solidaritas sosial.
Durkeim juga membagi solidaritas menjadi dua kaitannya dalam pertumbuhan pembagaian kerja yang meningkatkan suatu perubahan dalam struktur sosial dari solidaritas mekanik dan organik. Solidaritas mekanik dapat dicontohkan dengan adanya toleransi dalam perbedaan urusan, misahnya Majlis Ulama Indonesia degan pemerintah negara, yang meskipun berbeda urusan tapi satu dengan yang lainnya tetap bersolidaritas dalam berkedidupan bersama.
Kemudian, misalnya dalam suatu perusahaan, hal yang mempersatuka organisasi semacam itu tak lain adalah pengharapan akan imbalan atau keuntungan. Tetapi pengaharapan akan imbalan ataupun keuntungan tersebut tidak menjelaskan secara lengksp sifat integrasi sosial yang ada dalam satu organisasi perusahaan. Sebaliknya, organisasi itu bisa saja memperlihatkan suatu kaitan yang bersifat saling ketergantungan yang penting antara para anggota organisasi yang berpartisipasi di dalamnya dengan masing-masing sumbangan pribadinya yang tergantung pada sumbangan beberapa orang lainnya.
Jadi, dalam perusahaan tersebut ada kecenderungan bahwa orang yang bekerja di mesin,orang yang memperbaiki mesin, pengawas, penjual, yang memegang pembukuan, yang berbelanja alat-alat, manager, ahli hubungan masyarakat, sekretaris, dan sbagainya dengan kegiatan spesialisasi dari orang-orang ini yang saling berhubungan dan saling tergantung sedemikian rupa sehingga sistem itu membentuk solidaritas menyeluruh yang berfungsi yang didasarkan pada saling ketergantungan yang dimaksudkan oleh Durkeim sebagai solidaritas organik.

Durkeim menggunakan istilah solidaritas mekanik dan organik untuk menganalisa masyarakat keseluruhannya, bukan organisasi-organisasi dalam masyarakat. Meskipun demkian, contoh diatas mendeskripsikan sesuatu mengenai unsur-unsur penting, solidaritas mekanik didasarkan pada suatu kesadaran kolektif bersama/collective consciousness, yang mengarah pada totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama yang rata-rata ada pada warga masyarakat yang sama.

Seperti yang disebutkan pada paragraf awal sebelumnya yaitu Emile Durkheim mengasumsikan bahwa gejala sosial itu riil dan mempengaruhi kesadaran individu serta perilakunya yang berbeda dari karakteristik psikologis, biologis, atau karakteristik individu lainnya. Maka dapat pahami bahwa rasa solidaritas dan gotong royong pada masyarakat desa juga merupakan suatu gejala sosial yang nyata keberadaannya dan mempengaruhi suatu sosial masyarakat secara menyeluruh, bukan hanya tentang pengaruhnya terhadap seseorang atau individu saja.
Ini merupakan kesadaran masyarakat desa terhadap lingkungan sosialnya agar tetap bisa menjaga stabilitas kehidupan bersama dengan baik. Pembiasaan masyarakat menjalankan hubungan sosial secara lebih dekat dengan mengutamakan rasa peduli tidak engenal kelas sosial, yang berada pada kelas sosial yang lebih tinggi maupun sebaliknya serta merta berkecimpung dalam segala aktivitas yang berdasar pada rasa solidaritas dan gotong royong.
Solidaritas yang ada pada masyarakat desa merupakan solidaritas organik berdasar pada hubungan mereka yang saling membutuhkan dan melengkapi satu sama lain serta adanya tingkat saling ketergantungan yang sangat tinggi.

Mengelupas lebih dalam lagi tentang apa yang menjadi karakteristik fakta sosial, yang pertama bahwa gejala sosial bersifat external terhadap individu. Maksudnya ialah, fakta sosial menitikberatkan pada masyarakat secara utuh, bukan tentang individu yang kemudian akan berkaitan dengan gejala psikologis, biologis maupun yang lain yang berkaitan dengan individu.
Disamping itu, individualitas tidak berkembang, individualitas akan teus menerus dilumpuhkan oleh tekanan yang besar sekali untuk penyesuaiannya. Fakta sosial ada pada masyarakat yang secara sadar maupun tidak sadar menjalankan perilaku yang sama sebagai bentuk dari kehidupan sosial mereka, yang jika tidak dijalankan akan memunculkan suatu permasalahan atau kecanggungan atau anggapan menyimpang tertentu yang berdampak pada goncangnya stabilitas kehidupan sosial di dalam masyarakat. Apalagi yang dibahas kali ini merupakan apa yang terjadi pada masyarakat desa, yang lebih peduli dengan lingkungan sosialnya dibanding masyarakat kota, yang bisa dibilang lebih suka “campur tangan” dan mengomentari hal-hal yang tidak biasanya terjadi, hal-hal yang disebut oleh orang desa dari tanah Jawan ora umum dan ora ilok.
Ikatan pada masyarakat desa utamanya banyak ditekankan pada kepercayaan bersama, cita-cita dan komitmen moral, mereka yang sama-sama memiliki kepercayaan dan cita-cita ini merasa bahwa mereka sudah semestinya bersama-sama karena mereka berpikiran serupa.
karakteristik yang kedua yaitu bahwa fakta itu memaksa individu. Dalam artian individu dipaksa, dibimbing, diyakinkan, didorong, atau dengan cara-cara lainnya dipengaruhi oleh berbagai tipe fakta sosial dalam lingkungan sosialnya. Dalam kasus solidaritas dan gotong royong da;am masyarakat desa, ada semacam pemicu untuk melakukan tindakan-tindakan sosial tersebut, mungkin karena telah membudaya yang demikian itu, ada sanksi normatif, penuh perasaan maupun hal lainnya. Individu diseret dalam hal yang telah dilakukan masyarakat secara keseluruhan selama kurun waktu yang telah lama dan menjadi suatu yang harus ada, harus dilakukan, harus dihormati dan terasa aneh bila dilanggar.diakerenakan menimbulkan hal-hal serupa itu, yang demikian juga dapat diartikan sebagai memaksa. Sperti yang penah dikatakan oleh Emile Durkheim : “tipe-tipe perilaku atau berpikr ini, memiliki kekuatan memaksa, yang karenanya mereka memaksa individu terlepas dari kemauan individu itu sendiri”.
Jika dipikirkan memang benar, untuk apa membantu tetangga dan mengikuti kegiatan gotong royong yang menguras tenaga ataupun materi, namun semua itu tetap dilakukan tanpa ingin menyadari pemikiran tersebut. Kembali lagi karena pemikiran lebih khawatir dicerca oleg orang lain. Maka kemudian, komando-komando sosial yang tidak kasat mata yang dianggap sebagai hal yang biasa.
Tidak hanya hukum-hukum represif yang terus menerus menjadi penting (atau malah semakin penting) dalam suatu masyarakat dengan solidaritasnya yang organik, melainkan juga kesadaran kolektif menyumbang pada solidaritas sosial, memperkuat ikatan yang muncul dari saling ketergantungan fungsional yang semakin bertambah. Pertumbuhan dalam pembagian kerja (dan solidaritas organik sebagai hasilnya) tidak menghancurkan kesadaran kolektif; dia hanya mengurangi arti pentingnya dalam peraturan terperinci dalam kehidupan sehari-hari.

Karakteristik yang terakhir, yang ketiga, yaitu bahwa fakta itu bersifat umum atau tersebar secara meluasdalam satu masyarakat. Kita pun mengetahui bahwa imej masyarakat desa itu ada pada solidaritas dan gotong royongnya. Fakta sosial berarti milik bersama, bukan sifat individu perorangan. Sifat umumnya ini bukan sekedar hasil dari penjumlahan beberapa fakta individu.
Fakta sosial benar-benar bersifat kolektif, dan pengaruhnya terhadap individu merupakan hasil dari sifat kolektifnya ini.
Durkheim menghubungkan pengaruh yang terus menerus dari kesadaran kolektif ini dengan individualisme yang semakin meningkat dalam masyarakat-masyarakat organik: melihat memang tidak selamanya solidaritas dan gotong royong akan selalu tegak berdiri dalam kehidupan masyarakat desda yang kini teah dijamah oleh modernisasi dan globalisasi.
“ Namun tidak hendak mengatakan bahwa kesadaran bersama itu terancam musnah seluruhnya. Hanyalah kesadaran itu menjadi semakin meliputi cara-cara berpikir dan berperasaan yang sangat umum dan sangat tidak tentu, yang memberikan peluang terbuka bagi besarnya perbedaan-perbedaan individu yang semakin bertambah. Juga ada peluang dimana kesadaran itu diperkuat dan dibuat tepat; artinya cara dimana kesadaran itu berhubungan dengan individu. Karena semua kepercayaan yang lain dan semua praktek lainnya itu memi;iki suatu sifat yang semakin kurang religius, individu menjadi objek dari semacam agama. Kita mendirikan suatu kultus atas nama martabat prbadi”

Durkeim mempertahankan bahwa kuatnya solidaritas organik itu ditandai oleh pentingnya hukum yang bersifat memulihkan (restitutive) dari pada yang bersifat represif. Tujuan kedua tipe hukum itu sangat berbeda. Hukum represif mengungkapkan kemarahan kolektif yang dirasakan kuat, hukum restitutif berfungsi mempertahankan atau melindungi pola saling ketergantungan yang kompleks antar berbagai ndividu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar